Orkesta innalillah

0
1119
Bapak Khoirul

Oleh: Dr. H. Moch. Khoirul Anwar, S.Ag., MEI.
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Negeri Surabaya

Di masa pandemi covid ini, semakin sering kita mendengar berita kematian dari saudara-saudara kita melalui media sosial. Berita itupun langsung direspon dengan ucapan/tulisan kalimat istirja’ (innaa liLlaahi wa innaa ilaihi raaji’un) yang merupakan bagian dari kalimat thayyibah (kalimat yang baik).

Kalimat istirja’ merujuk pada Firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 154-155 yang kurang lebih artinya : “… Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Secara sederhana, kalimat istirja’ bisa diterjemahkan “sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada Allah”.

Dalam menafsirkan ayat di atas, Imam al-Qurtuby (w. 671 H.) menjelaskan bahwa Allah menjadikan kalimat istirja’ sebagai sandaran bagi orang yang tertimpa musibah, dan perlindungan (bacaan) bagi mereka yang sedang menjalani ujian. Karena kalimat ini mengandung banyak makna yang berkah.

Paling tidak ada 2 makna yang penting dalam kalimat istirja’ : Pertama, kalimat “innaa liLlah” mempunyai makna ketauhidan, yang merupakan pengakuan status kita sebagai seorang hamba dan pengakuan kita terhadap kekuasaan Allah yang memiliki kita dan memiliki semua apa yang kita miliki. Kedua, kalimat “wa innaa ilaihi raaji’uun” adalah merupakan pengakuan bahwa kita akan binasa, dan akan dibangkitkan dari alam kubur kita, serta keyakinan bahwa semua urusan akan kembali kepada-Nya, sebagaimana semua ini adalah milik-Nya.

Dalam perspektif Ekonomi Islam, kalimat istirja’ itulah yang menjadi salah satu dasar munculnya konsep istikhlaf (perwakilan / pemberian mandat oleh Allah kepada manusia) yang memunculkan perspektif lain dalam teori kepemilikan sumber daya. Konsep istikhlaf mengajarkan pada kita bahwa Allah adalah pemilik mutlak seluruh ciptaanNya di alam raya, termasuk segala harta kekayaan yang dipunyai atau dikuasai oleh manusia. Adapun manusia hanyalah pemilik relatif atau penguasa sementara harta kekayaan yang ada. Dalam kaitan ini manusia berkedudukan sebagai “wakil” Allah yang mendapatkan amanat untuk memelihara dan memanfaatkannya, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat tersebut.

Kalimat istirja’ itu, akhir-akhir ini begitu sering kita baca di grup-grup media sosial, saling sahut menyahut di antara anggota grup bagaikan orkestra yang indah yang menggambarkan betapa kecilnya kita di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فىِ اْلاَرْضِ وَلاَ فىِ السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ“covid-19”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here