Oleh: Selvi Sehiling
Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
Assaalamualaikum Wr. Wb.
Perkenalkan, saya Selvi Sehiling mahasiswa jurusan Akuntansi angkatan 2017. Sedikit ingin berbagi kisah selama akan memasuki dunia perkuliahan sampai menjelang kelulusan. Kisah ini tidak ada tujuan lain kecuali semata-mata untuk memotivasi generasi kedepan agar terus berprestasi dalam segala bidang. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.
Di kelas 12 akhir, kakak saya pernah bilang, pokoknya saya harus kuliah. Namun ada dua syarat yang deberikan yaitu kuliah dengan beasiswa atau kuliah sambil kerja, karena kami tidak ingin menjadi beban orang tua masalah biaya kuliah dan uang saku *mengingat orang tua sudah cukup berumur juga. Then… kata-kata itu bener bener saya pegang, dan saya tidak keberatan dengan syarat yang ditawarkan. Setelah UN, saya mulai fokus mendaftar kuliah dan mencari beasiswa. Waktu itu saya tidak tau harus kuliah dimana, tapi saya terus berusaha mencari informasi beasiswa yang bisa membiayai aku kuliah dari semester 1, karena saya tidak ingin kuliah sambil bekerja khawatir tidak bisa fokus menjalani keduanya. Saya juga waktu itu tidak terlalu berharap mendapatkan beasiswa bidikmisi sebagai satu satunya jalan, karena bidikmisipun belum pasti lolos, dan belum tentu juga saya masuk universitas yang saya tuju.
Singkat cerita, ternyata saya lolos test SBMPTN di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sebagai mahasiswa bidikmisi. Rasanya bener bener lega poll, akhirnya ada kejelasan bakal kuliah dimana dan pakai beasiswa. Sejujurnya, kuliah di Unesa adalah “paksaan” dari orang tua. Tapi saya berusaha ikhlas dan berusaha yakin kalau orang tua sudah ridho, pasti itu yang terbaik. Hal itu saya rasakan selama 3,5 tahun kuliah. Saya merasa banyak kebaikan yang datang dan akhirnya saya tidak pernah menyesal kuliah dikampus ini.
Kalau dibilang saya anak yang ambisius dan kompetitif, itu tidak salah. Sejak SMK memang aktif ikut kompetesi dan organisasi. Saya kira menjalankan dua hal tersebut di perkuliahan semudah di SMK, tapi subhanallah, bener bener berbeda. Awal mula saya mengawali percobaan di “per-kompetisi-an” adalah ketika semester satu pada tingkat jurusan yaitu lomba esai dan lomba debat. Mengangkat judul yg intinya “9 cara memanajemen keuangan untuk UMKM” saya mampu meraih juara 2. Sedangkan untuk lomba debat, ternyata tim saya kalah.
Namun beruntungnya, ternyata saya tercatat sebagai mahasiswa yang akan didelegasikan oleh jurusan untuk mengikuti lomba debat di tingkat nasional. Masih cerita di semester 1, akhirnya aku mewakili jurusan bersama teman teman yang lain untuk ikut lomba debat akuntansi nasional, dari 30 an tim, ternyata timku lolos sebagai oktofinalis *walaupun belum pernah juara. Sedangkan untuk mengasah jiwa kepemimpinan dan manajerial, saya bergabung ke Unit Kegiatan Ilmiah Mahasiswa (UKIM).
Entah kenapa sebabnya, selama menjadi mahasiswa, setiap ada kompetisi rasanya pengen ikuuut saja, entah itu PKM, PMW, LKTI, Debat, Bussiness Plan Competicion, Olimpiade, Poster ilmiah dll, pokonya selama saya merasa bisa, pasti pengen ikutan. Diantaranya adalah ikut PKM GT yang ternyata lolos universitas, alhasil cukup mengobarkan semangatku buat ikut PKM sampai lolos PIMNAS. Tapi qodarullah, belum bisa lolos pimnas sampai lulus kuliah. Tapi yang paling penting adalah ikhtiar, sedangkan hasil bukan urusan kita sebagai manusia.
Setelah mengikuti kompetisi tingkat jurusan, selanjutnya saya mencoba ikut lomba tingkat fakultas dalam ajang Mutsabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yakni Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Quran (LKTIA) dan Fahmil Quran (semacam cerdas cermat) yang diadakan oleh Islamic Comunity of Economic (ICE). Saya bukan dari madrasah aliyah apalagi lulusan pondok, tapi lagi-lagi, semangat mengikuti kompetisi membuatku tidak memperdulikan hal tersebut. Mulailah saya mencari cari soal-soal cerdas cermat keagamaan dan contoh-contoh LKTIA. Alhasil, saya bisa mendapatkan juara 2 di masing-masing cabang lomba. Pada tahun berikutnya saya mendapatkan juara 1 MTQ tingkat fakultas cabang LKTI Alquran, walaupun setelah dilajutkan ketingkat universitas ternyata belum berhasil dapat juara. Ngomong-ngomong lomba di tingkat universitas, ternyata saya pernah mendapatkan juara 1 lomba debat yang diadakan oleh Unit Kegiatan Ilmiah Mahasiswa (UKIM) sebagai juara.
Kompetisi di internal kampus memang terasa indah nan mulus. Tapi tidak dengan kompetisi diluar kampus khususnya tingkat nasional. Entahlah, sudah berapa kali saya mencoba ikut kompetisi di luar kampus, tapi sering juga tidak lolos. Sempat berfikir, kenapa ya rasanya kok susah banget, dosa apaaa saya ini, mulai dari tidak menemukan tim sevisi yang bisa diajak lari, ide yang tidak kunjung datang, bingung cari dosen pembimbing karena masih maba, dan lain lain. Pokoknya semua serba sulit.
Pernah suatu ketika, saya mengikuti 4 lomba yang pengumumannya di bulan yang sama. Ternyata 4 lomba itu tidak lolos dong *tentu saja bertim ya dear. Bayangkan, 4 lomba sekaligus tidak lolos dibulan yang sama, padahal sebelumnya sudah cukup PD bakal lolos. Rasanya kecewa sih, tapi kembali lagi ke konsep awal, selagi kita udah ikhtiar, Tuhan pasti bakal kasih yang terbaik sesuai dengan caranya. Lagi-lagi harus inget, hasil itu diluar kuasa kita yaaa dear. Yup… alhamdulillah cukup mudah buat kontrol hati biar nggak berlarut-larut sedih.
Semuanya berasa lewat aja. Tapi sejujurnya, kesulitan-kesulitan yang aku rasakan ketika lomba di tingkat nasional itu membuatku merasa lelah. Sampai akhirnya saya memutuskan buat banting setir, yang dulu pengen ikut berbagai kompetisi, beralih menjadi mahasiwa yang mau fokus ke IPK aja *wkwk. Entahlah, setiap melihat poster lomba di sosial media, difikiran tuh lewat aja, di scroll aja, tanpa di screenshoot tanpa dibaca rasanya malas ikut kompetisi. Tapi bukan berarti sedih dan belum bisa move on dari kegagalan yang lalu, saya sudah ikhlas dan tidak mempermasalahkannya, tapi saya merasa tidak ada harapan saja buat ikut lomba tingkat nasional, terlalu banyak hambatan, sehingga saya memutuskan berhenti kompetisi. Suasana itu semakin berat karena kehilangan sosok yang sangat saya cintai. Seorang ibu yang telah mempertaruhkan nyawanya agar saya terlahir ke dunia dan bertumbuh kembang dengan sempurnya. Ibu saya meninggalkan kami semua untuk selamanya.
Kehilangan sosok ibu bukan berarti saya kehilangan semangat untuk selamanya. Setelah sekian bulan vakum dari dunia “per-kompetisi-an”, tiba-tiba temen saya chat untuk mengikuti LKTI, tepatnya di semester 3 akhir. Semangat saya muncul kembali, karena yang mengajak ini teman seorganisasi di UKIM yang memiliki semangat luar biasa dalam kompetisi LKTI. Saya berfikir, kalau satu tim sama dia setidaknya saya mendapatkan modal utama yaitu sama sama memiliki niat dan semangat yang sama. Mulailah kami merencanakan ide dari nol. Kompetisi ini adalah LKTI Nasional pertama (*seingetku) yang dibimbimbing oleh Bapak Ahmad Ajib Ridlwan dosen Program Studi Ekonomi Islam yang mengurusi bidang penalaran mahasiswa. Beliau berperan besar dalam perjalananku di kampus selain juga dosen-dosen jurusan Akuntansi.
Kami membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan project ini, mulai dari merancang ide, membuat aplikasi, uji validitas sampai uji coba produknya, kurang lebih menghabiskan waktu 4 bulan. Subhanallah ternayat ihktiyar tim kami berhasil dan untuk pertama kalinya, saya lolos LKTI Nasional di Universitas Negeri Yogyakarta serta berhasil membawa juara 1. Masyaallah, benar benar tidak menyangka, ternyata kami bisa juga. Ada sesuatu yang sama sekali tidak terfikirkan adalah apresiasi yang diberikan ke kami, mulai dari ucapan selamat dari dosen-dosen dan temen-temen, foto di posting dimana-mana, reward dari universitas berupa uang tunai dan bebas skripsi.
Setelah kompetisi tersebut, saya menemukan jalan dan harapan kembali. Saya lolos finalis dibeberapa kompetisi dan mendapatkan beberapa juara, diantaranya adalah kompetisi esai nasional dengan tema “Zakat Goes to Campus” yang diadakan oleh Kementrian Agama bekerjasama dengan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu itu saya mendapatkan informasi dari Pak Ajib terkait lomba ini. Saya dibimbing langsung oleh beliau dan disarankan untuk kolaborasi dengan mahasiswa Program Studi Ekonomi Islam dan mahasiswa Program Studi Teknik Informatika karena ide yang beliau sarankan adalah mengangkat permasalahan tata kelola manajemen zakat di Indonesia. Kami menciptakan sebuah gagasan berupa Sistem Informasi Zakat terpadu yang kami namai SIZISKU 1.0.
Kompetisi tersebut cukup menantang bagi kami karena kompetisi ini gratis dan dibiayai semua akomodasi ke Jakarta jika lolos sebagai finalis. Tentu saja ini akan menarik minat para mahasiswa untuk mengikutinya terlebih kompetisi ini diselenggarakan oleh kementrian dan kampus ternama. Informasi dari panitia, peserta yang mendaftar lebih dari 100 tim, sedangkan yang mengirim karyanya kurang lebih sebanyak 98 tim, nantinya akan dipilih 5 tim terbaik yang berhak presentasi di Jakarta. Tapi sayangnya panitia tidak langsung mengumumkan 5 tim terbaik, melainkan mengumumkan 15 tim terbaik dulu, hmmm ini mah bikin orang jantungan dua kali :’). Sebuah kejutan, ternyata tim kami berhasil lolos 15 besar bersama tim dari UGM, UI, Universitas Pandjajaraan, PKN STAN, UB dan lain-lain.
Kalau ditanya “Masih percaya diri lolos 5 besar???” Tentu saja tidak berharap banyak walau tetap berusaha optimis. Usut punya usut, ternyata tim kami lolos 5 besar dan berhak presentasi di Jakarta. Walaupun akhirnya kami belum berhasil menduduki 3 besar, tapi dalam penilaian yang diberikan panitia, paper kami terbaik setelah UGM dan UM. Selama saya mengikuti kompetisi, inilah kompetisi yang paling memanjakan pesertanya. Bagaimana tidak, untuk berangkat kesana saja kami hanya duduk-duduk manis menunggu kiriman tiket pesawat dari panitia. Sampai lokasi kami dijemput dan diantar ke hotel dan pulangnya pun kami diberi uang saku dengan nominal yang melebihi juara.
Meskipun demikian, tetep saja pulangnya menangis berjamaah dibandara karena tidak berhasil juara padahal sebelumnya bener-bener yakin bakal juara *wkwkwk. Jujur selama kuliah, ini adalah pertama dan terakhir kali kuuuu menangisssss…. karena kompetisi *seperti lagu yang sering mucul di salah satu sinetron televisi swasta hehe. Lagi-lagi, Allah berkehendak lain dan menguji kami. Satu bulan kemudian, kami mengikuti kompetisi lagi yang diselenggarakan oleh salah satu universitas swasta di Jakarta. Kali ini kami tidak dibiayai penyelenggara namun mendapatkan fasilitas dari bidang kemahasiswaan fakultas ekonomi. Kompetisi ini menggantikan kekecewaan kami di lomba sebelumnya. Kami berhasil mendapatkan juara 3, publikasi paper di jurnal terakreditasi SINTA 3, dan mendapatkan Hak Cipta dari DJKI Kemenkumham.
Eits… masih inget cerita sebelumnya yang tidak lolos 4 kali di bulan yang sama kan ya?, ternyata Allah menggantinya dengan 5 kali lolos finalis dibulan yang sama dan ke 4 kota di bulan yang sama. Bahkan pernah dalam satu minggu, dirumah hanya numpang tidur sebentar. Setelah dari Jakarta, pulang tidur, besoknya ke Yogyakarta. Setelah dari Lumajang, pulang tidur, besoknya ke Jakarta. Masyaallah, sungguh, lanjutan pantun“berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” itu memang benar adanya. Tidak sampai disitu, ternyata tambahan-tambahan kenikmatan dari Allah tuh ada lagi, diantaranya memiliki publikasi artikel ilmiah sebelum semester akhir, HKI, kepercayaan, naik pesawat mungkin *hehe, atau jalan-jalan keluar kota mungkin, atau dapat piala gratis *wkwk. Intinya adalah kita harus sabar dan syukur.
Last but not least, saya mau sharing pengalaman di ujung perkuliahan. Saya mendapatkan reward dari universitas berupa lulus dengan jalur konversi. Sebagaimana yang pernah dipublikasikan diberbagai media nasional, Unesa memeliki kebijakan yang tertuang dalam SK Rektor berupa konversi prestasi tingkat nasional berbagai bidang ke dalam akademik salah satunya bebas skripsi. Cukup membuat paper dari karya dilombakan kemudian dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Tentu saja saya tidak ingin menyia-nyiakan hal tersebut agar dapat menghemat waktu di kampus. Alhasil saya mendaftarkan diri untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Sedangkan persyaratan publikasi ilmiah sebagai syarat kelulusan saya sudah punya publikasi pada jurnal sinta 3 dari hasil kompetisi. Dengan demikian, saya bisa mendaftarkan yudisium karena persyaratan dasarnya sudah ada dan insyaallah dapat lulus 3,5 tahun tanpa harus skripsian 🙂 sehingga artikel pengganti skripsi bisa saya publikasikan ke jurnal yang lainnya.
Alhamdulillah ala kulli haal. Semoga pengalamanku ini dapat menginspirasi generasi yang akan datang. Satu hal yang harus kita yakini bahwa ditengah kesibukan sebagai mahasiswa yang tugasnya luar biasa kita tetap bisa berprestasi dalam segala hal sesuai passion yang kita miliki. So.. tetap berusaha untuk mengejar mimpi kita ya gess…
Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan rasa syukur dan berterimakasih kepada pak Rektor yang berani membuat kebijakan yang luar biasa. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada bidang kemahasiswaan universitas, fakultas dan program studi yang selalu memberikan support dan berbagai macam fasilitas. Salam hormat kepada bapak dekan, wakil dekan bidang akademik, wakil dekan bidang kemahasiswaan, dan kaprodi yang langsung bergerak cepat “gercep” dalam eksekusi dan mengimplementasikan SK Rektor tentang penghargaan akademik kepada mahasiswa berprestasi. Salam hormat dan ta’dzim saya juga kepada seluruh dosen akuntansi dan seluruh dosen pembimbing saya sewaktu mengikuti kompetisi yang tidak lelah memberikan ilmu dan segala kebaikan kepada saya. Semoga amal baik bapak ibu semua dicatat sebagai amal jariyah.
Salam prestasi dari gadis kecil mungil yang haus akan prestasi. Doa saya selanjutnya semoga kelak saya diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S2.
Kamu keren sekalii selvi sehiling. Kobarkan terus jiwa semangatnya. Semoga doanya terkabul melanjutkan pendidikan s2.
Hai adek, i know u so well meskipun uda lama kita ga jumpa. Masih ingat gimana kritismu dan semangat ingin tahu mu saat kita satu atap di Joglo Ilmiah. So proud of you dek selvi. Semoga selalu menginsipirasi dan bermanfaat ilmunya untuk sekitar.